BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai lebih dari 95.000 km dan
juga memiliki lebih dari 17.504 pulau. Keadaan tersebut menjadikan Indonesia
termasuk kedalam Negara yang memiliki kekayaan sumberdaya perairan yang tinggi
dengan sumberdaya hayati perairan yang sangat beranekaragam. Keanekaragaman
sumberdaya perairan Indonesia meliputi sumberdaya ikan maupun sumberdaya
terumbu karang. Terumbu karang yang dimiliki Indonesia luasnya sekitar 7000 km2 dan memiliki lebih dari 480 jenis karang yang telah
berhasil dideskripsikan. Luasnya daerah karang yang ada menjadikan Indonesia
sebagai Negara yang memiliki kenekaragaman ikan yang tinggi khususnya ikan-ikan
karang yaitu lebih dari 1.650 jenis
spesies ikan (Zainarlan, 2007:1).
Kekayaan
sumberdaya hayati
perairan Indonesia yang tinggi akan sangat bermanfaat jika dilakukan
pemanfaatan secara optimal dan
bertanggung jawab. Pemanfaatan sumberdayahati perairan ini dapat dilakukan melalui proses penangkapan yang bertanggung jawab. Penangkapan ikan yang dilakukan adalah proses pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bersifat ekonomis dari perairan secara bertanggung jawab. Dalam melakukan proses penangkapan, nelayan harus mengikuti peraturan yang berlaku. Salah satu peraturan yang
mengatur mengenai kegiatan penangkapan adalah Code of Conduct for Responsible Fisheries yaitu prinsip-prinsip tatalaksana perikanan yang bertanggungjawab. Tata laksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek penangkapan yang bertanggung jawab dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian.
bertanggung jawab. Pemanfaatan sumberdayahati perairan ini dapat dilakukan melalui proses penangkapan yang bertanggung jawab. Penangkapan ikan yang dilakukan adalah proses pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bersifat ekonomis dari perairan secara bertanggung jawab. Dalam melakukan proses penangkapan, nelayan harus mengikuti peraturan yang berlaku. Salah satu peraturan yang
mengatur mengenai kegiatan penangkapan adalah Code of Conduct for Responsible Fisheries yaitu prinsip-prinsip tatalaksana perikanan yang bertanggungjawab. Tata laksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek penangkapan yang bertanggung jawab dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian.
Proses
pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia khususnya untuk ikan-ikan karang
saat ini banyak yang tidak sesuai dengan Code
of Conduct for Responsible Fisheries. Hal ini disebabkan oleh semakin
bertambahnya kebutuhan dan permintaan pasar untuk ikan-ikan karang serta
persaingan yang semakin meningkat. Keadaan tersebut menyebabkan nelayan
melakukan kegiatan eksploitasi terhadap ikan-ikan karang secara besar-besaran
dengan menggunakan berbagai cara yang tidak sesuai dengan kode etik perikanan
yang bertanggung jawab. Cara yang umumnya digunakan oleh nelayan adalah
melakukan illegal fishing yakni pemboman, pembiusan, serta penggunaan alat tangkap trawl. Semua cara
yang dilakukan oleh nelayan ini semata-mata hanya menguntungkan untuk nelayan
dan memberikan dampak kerusakan bagi ekosistem perairan khususnya terumbu
karang (Zainarlan, 2007:1).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pentingnya terumbu
karang dan fungsinya?
2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi
kerusakan ekosistem laut?
3.
Bagaimana dampak dari penangkapan
ikan dengan menggunakan alat tangkap yang ilegal atau illegal fishing terhadap ekosistem perairan terutama terumbu karang?
4.
Apa saja upaya-upaya yang
dilakukan untuk menanggulangi kerusakan ekosistem laut?
1.3 Tujuan
1.
Mendeskripsikan pentingnya
terumbu karang dan fungsinya
2.
Mendeskripsikan faktor-faktor
yang mempengaruhi kerusakan ekosistem laut
3.
Mendeskripsikan dampak yang
disebabkan dari penangkapan ikan dengan menggunakan alat yang ilegal atau illegal fishing
4.
Dapat mengetahui bagaimana
upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggulangi kerusakan ekosistem laut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Terumbu Karang Dan Fungsinya
Terumbu karang atau coral reefs merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di
perairan dangkal yang jernih, hangat
(lebih dari 22oC), memiliki
kadar CaCO3 atau Kalsium
Karbonat tinggi, dan
komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh
organisme karang (Filum
Scnedaria, Kelas Anthozoa,
Ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988:1).
Arah
perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan ketiga faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor
seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985:1).
seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985:1).
Terumbu
karang dapat berkembang dan membentuk suatu pulau kecil. Dari 5 jenis pulau yaitu Pulau Benua atau Continental Islands, Pulau Vulkanik atau Volcanic Islands, Pulau Daratan Rendah atau Low Islands, Pulau
Karang Timbul atau Raised Coral Islands, dan Pulau Atol atau Atolls, 2 yang terakhir terbentuk dari terumbu karang. Di sisi
lain, dari 10 jenis bentuk lahan, terumbu karang adalah salah satunya. Bentuk lahan ini adalah bentuk lahan organik yaitu berupa binatang. Bentuk lain yang
berhubungan dengan terumbu karang adalah bentuk lahan karst, yaitu terbentuk melalui proses
karstifikasi pada batuan kalsium karbonat.
Namun bentuk lahan karst
ini terbentuk secara alami melalui proses eksogenik
dan endogenik dan berlangsung pada skala
besar. Sedangkan terumbu karang terbentuk secara organik dan
relatif perlahan sehingga lebih memungkinkan
adanya campur tangan manusia dalam pertumbuhannya. Hasil identifikasi bentuk lahan mencerminkan karakteristik fisik lahan dan untuk
mendapatkannya dengan melalui analisis geomorfologis.
Geomorfologi adalah studi yang
mendeskripsi bentuk lahan dan
proses-proses yang menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan
timbal-balik antara bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan
keruangan.
Terumbu karang
mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan laut, yaitu sebagai berikut :
- Sebagai Spawning Ground dan Nursery Ground. Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan pemijahan, peneluran,pembesaran anak, makan dan mencari makan feeding & foraging, terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis.
2. Sebagai
pelindung pantai, dan
ekosistem pesisir lain
padang lamun dan hutan mangrove dari terjangan arus kuat dan gelombang besar (Zuidam, 1985:2).
padang lamun dan hutan mangrove dari terjangan arus kuat dan gelombang besar (Zuidam, 1985:2).
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan
Ekosistem Laut
Penangkapan ikan dengan
menggunakan alat yang ilegal merupakan kegiatan
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung jawab dan
bertentangan dengan kode etik penangkapan, Illegal
fishing termasuk kegiatan mall praktek dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Kegiatan illegal fishing umumnya bersifat
merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya
akan memberikan dampak yang kurang baik baik ekosistem perairan akan tetapi
memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan panangkapan yang
dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang
dilakukan oleh nelayan khususnya nelayan traditional. Untuk menangkap
sebanyak-banyaknya ikan-ikan karang yang banyak digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing karena kegiatan
penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk
nelayan tersebut dampak berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan
yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam
kegiatan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan
penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta
penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang berkarang (Hamid, 2007:1)
2.3 Dampak Penangkapan Ikan dengan
Menggunakan Alat yang Ilegal
2.3.1
Kegiatan penangkapan dengan
menggunakan bahan peledak.
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan
tradisional di dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang.
Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan
akibat yang kurang baik baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk
karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam
penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang
sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi
peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan
sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi
menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang. Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat
meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya, Selain memberi dampak yang buruk untuk karang,
kegiatan penangkapan dengan menggunkan bahan peledak juga berakibat buruk untuk
ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan bahan meledak
umumnya tidak memiliki kesegaran yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap
dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya, nelayan masih tetap menggunakan bahan peledak di dalam melakukan kegiatan penangkapan karena hasil yang
mereka peroleh cenderung lebih
besar dan cara yang dilakukan untuk melakukan proses penangkapan tergolong
mudah (Hamid, 2007:1).
2.3.2
Kegiatan penangkapan dengan
menggunakan bahan beracun
Selain
penggunaan bahan peledak di dalam
penangkapan ikan di daerah karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh
nelayan adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan
beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen
terhadap ikan hias dan hidup memicu nelayan untuk melakukan kegiatan
penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh
ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan
ikan yang masih hidup. Akan tetapi
penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang sangat besar bagi
terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan
kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan
ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Di samping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat
menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan
perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan
karang menjadi mati. Indikatornya adalah karang mati (Hamid, 2007:1).
2.3.3
Kegiatan penangkapan dengan
menggunakan alat tangkap trawl
Kegiatan
lain yang termasuk ke dalam
kegiatan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap trawl pada
daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan
penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat
tangkap trawl pada daerah karang
dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api Provinsi
Sumatera Utara dan di Selat Tiworo Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagaimana
telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang
penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat
tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat
tangkap yang sangat buruk. Nelayan di Sulawesi Utara cendrung tidak
memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan
menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan
ukuran yang sangat besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat sehingga
berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang
berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut.
Cara
kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan.
Akibat penggunaan pukat harimau secara terus menerus
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring. Jaring yang tersangkut akann menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikan yang berhabitat pada daerah karang tersebut.
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring. Jaring yang tersangkut akann menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikan yang berhabitat pada daerah karang tersebut.
Dampak yang lain kegiatan manusia pada ekosistem terumbu
karang di antaranya sebagai berikut :
1.
Penambangan karang dengan
atau tanpa bahan peledak Perusakan habitat dan kematian masal hewan terumbu karang
2.
Pembuangan limbah panas
Meningkatnya suhu air 5-10oC
di atas suhu ambien, dapat mematikan
karang dan biota lainnya
3.
Pengundulan hutan di lahan
atas Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di sekitar muara sungai,
sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigen ke dalam polib.
4.
Pengerukan di sekitar terumbu karang Meningkatnya
kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang.
Penangkapan ikan dengan bahan peledak
Mematikan ikan tanpa dikriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang (Hamid, 2007:2).
2.4 Upaya-Upaya Dalam
Menanggulangi Kerusakan Ekosistem Laut
Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi
barang langka akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation
dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan. Padahal secara ekonomi dapat
meningkatkan nilai jual, namun di sisi lain juga bias menimbulkan ancaman
kerugian ekologi yang jauh lebih besar, seperti hilangnya lahan, langkanya air
bersih, banjir, longsor, dan sebagainya. Kegagalan pengelolaan SDA (Sumber Daya
Alam) dan lingkungan hidup ditengarai akibat adanya tiga kegagalan dasar dari
komponen perangkat dan pelaku pengelolaan. Pertama akibat adanya kegagalan
kebijakan lag of policy sebagai bagian dari kegagalan perangkat hukum
yang tidak dapat menginternalisasi permasalahan lingkungan yang ada. Kegagalan
kebijakan lag of policy terindikasi terjadi akibat adanya kesalahan justifikasi para policy maker
dalam menentukan kebijakan dengan ragam pasal-pasal yang berkaitan erat dengan
keberadaan SDA dan lingkungan. Artinya bahwa, kebijakan tersebut membuat blunder sehingga lingkungan hanya menjadi
variabel minor. Padahal, dunia
internasional saat ini selalu mengaitkan segenap aktivitas ekonomi dengan isu
lingkungan hidup, seperti green product, sanitary safety, dan
sebagainya. Selain itu, proses penciptaan dan penentuan kebijakan yang berkenaan
dengan lingkungan ini dilakukan dengan minim sekali melibatkan partisipasi
masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama sasaran yang harus
dilindungi. Contoh menarik adalah kebijakan penambangan pasir laut. Di satu
sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu menciptakan peluang investasi
terlebih pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain telah menimbulkan dampak yang
cukup signifikan dan sangat dirasakan langsung oleh nelayan dan pembudidaya
ikan di sekitar kegiatan. Bahkan secara tidak langsung dapat dirasakan oleh
masyarakat di daerah lain. Misalnya terjadi gerusan/abrasi pantai, karena
karakteristik wilayah pesisir yang bersifat dinamis. Kedua adanya kegagalan
masyarakat lag of community sebagai bagian dari kegagalan pelaku
pengelolaan lokal akibat adanya beberapa persoalan mendasar yang menjadi
keterbatasan masyarakat. Kegagalan masyarakat lag of community terjadi
akibat kurangnya kemampuan masyarakat untuk dapat menyelesaikan persoalan
lingkungan secara sepihak, disamping kurangnya kapasitas dan kapabilitas
masyarakat untuk memberikan pressure kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan berkewajiban mengelola dan melindungi lingkungan.
Ketidakberdayaan masyarakat tersebut semakin memperburuk bargaining position masyarakat sebagai pengelola lokal dan
pemanfaat SDA dan lingkungan. Misalnya saja, kegagalan masyarakat melakukan
penanggulangan masalah pencemaran yang diakibatkan oleh kurang perdulinya
publik swasta untuk melakukan internalisasi
eksternalitas dari kegiatan usahanya. Contohnya banyak pabrik-pabrik yang
membuang limbah yang tidak diinternalisasi ke daerah aliran sungai yang pasti
akan terbuang ke laut atau kebocoran pipa pembuangan residu dari proses
ekstrasi minyak yang tersembunyi, dan sebagainya. Ketiga adanya kegagalan pemerintah
lag of government sebagai bagian kegagalan pelaku pengelolaan regional yang diakibatkan oleh kurangnya
perhatian pemerintah dalam menanggapi persoalan
lingkungan. Kegagalan pemerintah terjadi akibat kurangnya kepedulian pemerintah
untuk mencari alternatif pemecahan persoalan lingkungan yang dihadapi secara
menyeluruh dengan melibatkan segenap komponen terkait stakeholders. Dalam hal ini, seringkali pemerintah melakukan
penanggulangan permasalahan lingkungan yang ada secara parsial dan kurang
terkoordinasi. Dampaknya, proses penciptaan co-existence antar variabel
lingkungan yang menuju keharmonisan dan keberlanjutan antar variabel menjadi
terabaikan. Misalnya saja, solusi pembuatan tanggul-tanggul penahan abrasi yang
dilakukan di beberapa daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa, secara jangka pendek
mungkin dapat menanggulangi permasalahan yang ada, namun secara jangka panjang
persoalan lain yang mungkin sama atau juga mungkin lebih besar akan terjadi di
daerah lain karena karakteristik wilayah pesisir dan laut yang bersifat
dinamis.
Dalam
menanggulangi permasalahan illegal
fishing (penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap
yang ilegal) yang ada sehingga tidak berkelanjutan dan menyebabkan
kerusakan yang berdampak besar maka diperlukan solusi yang tepat untuk menekan
terjadinya kegiatan tersebut seperti:
1.
Peningkatan kesadaran masyarakat nelayan akan bahaya
yang ditimbulkan dari illegal fishing (penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap
yang ilegal).
2. Peningkatan pemahaman
dan pengetahuan nelayan tentang illegal
fishing.
3.
Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
4.
Membuat alternatif habitat karang sebagai habitat ikan
sehingga daerah karang alami tidak
rusak akibat penangkapan ikan.
5.
Mencari akar penyebab dari masing-masing masalah yang
timbul dan mencarikan solusi yang
tepat untuk mengatasinya.
6.
Melakukan
penegakan hukum mengenai perikanan khususnya dalam hal pemanfaatan yang bertanggung jawab.
7. Meningkatkan
pengawasan dengan membuat badabn khusus yang menangani dan bertanggung jawab terhadap kegiatan illegal fishing.
Selain itu, upaya yang dilakukan dalam menanggulangi penangkapan ikan yang
secara ilegal adalah peningkatan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat nelayan mengenai illegal. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan
dengan dilakukannya penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di
sekolah daerah pesisir. Agar betul-betul bisa langsung menyerang akar
permasalahan dan menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga terumbu karang.
Tapi penyuluhan itu tidak akan dapat bertahan lama jika akar dari semua masalah
itu tidak segera di selesaikan yaitu faktor kemiskinan.
Penanggulangan yang lain yaitu untuk
memperbaiki ekosistem terumbu karang yang marak dilakukan oleh lembaga
pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat adalah dengan
membudidayakan terumbu karang, yakni dengan pemasangan terumbu karang buatan artificial reef yang diprakarsai oleh Departemen Kelautan Perikanan.
Konservasi terumbu karang adalah hal yang mutlak, dan tidak dapat ditawar
ataupun ditunda karena waktu tumbuh karang yang lama dan manfaatnya yang begitu
besar untuk biota laut terutama ikan, karenanya bila hasil tangkapan nelayan
tidak ingin menurun maka secara bersama-sama masyarakat harus melindungi
kawasan terumbu karang. Untuk itu diharapkan nelayan atau siapapun juga tak
lagi melakukan penangkapan ikan dengan cara yang merusak. Lebih baik lagi jika
sikap tak merusak itu lahir dari kesadaran sendiri. Meskipun proses penyadaran
ini memerlukan waktu, namun harus dilakukan secara terus menerus oleh semua
pihak (http://sangsurya-wahana.blogspot.com/2011/05/upaya-penanggulangan-kerusakan-terumbu_17.html)
2.4 Deskripsi Analisis Menurut
Kelompok
Pertama, terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di dunia yang paling produktif dan sangat
beraneka ragam.Ekosistem ini merupakan habitat dari biota-biota laut seperti
ikan karang, molusca, krustasea, invertebrata
dan vegetasi laut. Biota-biota tersebut memanfaatkannya untuk berkembang
biak,mencari makan, pembesaran dan perlindungan dan pemangsa.
Terumbu karang sebagai rumah bagi ikan karena banyak jenis karang skeletons, baik hidup
dan mati, memberikan perlindungan bagi ikan yang mencari perlindungan dari predator diantara celah dan lubang yang disediakan oleh karang. Selain itu banyak ikan menggunakan terumbu
karang sebagai rumah tempat perlindungan setelah mereka kembali dari mencari
makan di padang lamun, mangrove, dan ekosistem lainnya.
Kedua, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kegiatan illegal fishing baik secara internal
maupun secara eksternal. Faktor-faktor yang menyebabkan kegiatan ini dapat
terjadi meliputi adanya pelaku kegiatan yang didasari karena kurangnya
kesadaran akan pentingnya sumberdaya perikanan, adanya pasokan bahan baku
khususnya untuk kegiatan pemboman dan kegiatan pembiusan, Lemahnya informasi
dan pengetahuan yang dimiliki nelayan tentang kerugian yang ditimbulkan akibat illegal fishing, kemiskinan masyarakat
nelayan, lemahnya hukum tentang perikanan, dan kurangnya armada perikanan yang
dimiliki.
Dari semua
faktor penyebab terjadinya kegiatan illegal
fishing, kesadaran masyarakat dan kurangnya pemahaman serta pengetahuan
masyarakat tentang illegal fishing
merupakan faktor penyebab yang paling utama. segera ditangani. Oleh sebab itu
sangat membutuhkan campur tangan pemerintah karena
memang sudah seharusnya begitu.Selain itu,faktor-faktor yang
disebabkan kerusakan terumbu karang yaitu kemiskinan masyarakat dan tidak ada mata pencaharian
alternatif, ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna,lemahnya penegakan hukum law enforcement dan tidak ada kebijakan dari
pemerintah.
Ketiga,dampak yang diakibatkan oleh adanya illegal fishing yaitu penangkapan ikan dengan penggunaan bahan
peledak dan racun, menimbulkan bahaya yang sangat besar. Selain rusaknya
terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan
kematian organisme lain yang ada di perairan yang bukan menjadi target
peledakan. Selain itu dapat menyebabkan kematian pada hewan penyusun karang,
sehingga terumbu karang berubaha warna, serta ikan-ikan lainnya ikut mati yang
bukan menjadi target dari peledakan. Oleh sebab itu, bahan peledak dan bahan
beracun sangat berpotensi besar dan menimbulkan kerusakan yang luas terhadap
terumbu karang.
Penangkapan
ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh
nelayan tradisional didalam memanfaatkan sumberdaya perikanan
khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan
karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang
baik baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat
pada lokasi penangkapan.
Keempat, upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggulangi illegal fishing yaitu kerusakan
terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat mungkin di
cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya dan
menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani. Adapun hal-hal yang harus dilakukan
masyarakat dalam mengantisipasi illegal
fishing yaitu:
a. Tidak
membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut.
b. Tidak
menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh
terumbu karang.
c. Tidak
melakukan pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak
pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
d. Tidak
menggunakan pupuk dan pestisida
buatan.
e. Tidak
melakukan pembangunan pemukiman di area sekitar
terumbu karang.
f. Menjaga
kondisi perairan agar bebas dari polusi.
g. Tidak
melakukan penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan.
Selain itu, adapun upaya yang dilakukan yakni dengan
melibatkan masyarakat untuk bekerja sama dalam menanggulangi kerusakan
ekosistem laut yakni masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan yang
terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia di wilayah tersebut. Dalam hal ini, suatu komunitas
mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan mempunyai kewenangan secara langsung
untuk membuat sebuah perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan
kapasitas dan daya dukung wilayah terhadap ragam aktivitas masyarakat di
sekitarnya.
Pola perencanaan pengelolaan seperti ini sering dikenal
dengan sebutan participatory management planning, dimana pola pendekatan
perencanaan dari bawah yang disinkronkan dengan pola pendekatan perencanaan
dari atas menjadi sinergi diimplementasikan. Dalam hal ini prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat menjadi hal krusial yang harus dijadikan dasar
implementasi sebuah pengelolaan berbasis masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan ekosistem laut
yakni penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang ilegal, Penggunaan
dengan menggunakan alat tangkap yang ilegal yakni dengan kegiatan penangkapan
dengan menggunakan bahan peledak, dengan menggunakan bahan beracun, dan dengan menggunakan alat tangkap trawl. Dampak
utama yang di sebabkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap
yang ilegal yakni punahnya SDI (Sumber Daya Ikan) serta biota-biota lain yang
hidup di dalam air.
Upaya-upaya yang di
lakukan dalam menanggulangi kerusakan ekosistem laut yakni dengan melibatkan
masyarakat untuk berpartisipasi, meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga
kelestarian ekosistem laut.
3.2
Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan untuk itu penyusun mengharapkan kritik ataupun saran yang
membangun guna dalam kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
REFERENSI
Dahuri R.et al. 2001.Kerusakan
Ekosistem Laut.Jakarta;Gramedia
Zuidam,1985:22.Terumbu Karang Dan Fungsinya.Surabaya.Erlangga
Hamid,2007:17.penangkapan
ikan dengan menggunakan bahan peledak.Jakarta.Gramedia
Ninef, J. S. R. 2005. Data Tematik Terumbu Karang di Wilayah MCMA Teluk Kupang dan Teluk Wini.
Bappeda NTT. Kupang.
Anonimus.Dampak
Kerusakan Terumbu Karang (http://wwwhendraa.co.id
tugas.blogspot.com, diakses, 24 April 2012)
Anonimus.Upaya Penanggulangan Kerusakan Terumbu
Karang (http://sangsurya-wahana-blogspot.com, diakses, 24 April 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar